Bank Harus Jadikan Generasi Milenial Target Nasabah Utama

Bank Harus Jadikan Generasi Milenial Target Nasabah Utama

Wabah Covid-19 membuat seluruh bidang berubah secara cepat memakai tehnologi digital. Terhitung di industri perbankan dengan hadirnya neo bank yang memakai tehnologi digital.

 

Bagian lain 60 % nasabah bank berawal dari kelompok milenial dan gen z sepanjang 5 tahun akhir. Sesaat perbankan sejauh ini cuman fokus pada angkatan yang sudah berpendapatan.

“Bank harus mulai masuk di umur milenial. Sejauh ini bank masih bereskan yang punyai uang atau orangtua, tetapi anaknya ini belum digenggam secara baik,” kata Ekonom Indef Aviliani dalam dialog bertema Traditional Bank VS Neo Bank, Jakarta, Selasa (17/11/2020).

Sekarang ini, bidang keuangan non bank sudah ambil jatah servis perbankan berbasiskan digital dan ini bisa saja fee base penghasilan. Ini menjadi permasalahan bila diambil pada keadaan kritis kecil sama seperti yang berlangsung di tahun 2008 kemarin.

Umumnya fee base penghasilan ini menjadi sandaran sebab credit bisa saja permasalahan. Ia memberikan contoh di periode kritis karena wabah keinginan restrukturisasi credit.

“Bila bank cuman bergantung credit saja, tidak mendapatkan fee base, ini kecondongan besar,” katanya.

Aviliani mengingati, industri perbankan harusnya jadikan nasabah milenial dan gen z selaku target produk perbankan. Jika ini tidak dikerjakan, cemas angkatan melek tehnologi itu malahan beralih ke bank asing.

Apa lagi bank asing mempunyai obligasi dan banyak dana murah. Dana investasi yang diperlukan obligasi besar sekali dan dapat mengubah kemampuan bank.

Ekonom Indef, Aviliani menjelaskan susah untuk perusahaan finance technology (fintech) untuk berkembang tiada bekerja bersama dengan perbankan. Karena, perusahaan fintech umumnya belum mempunyai ekosistem yang serupa dengan perbankan.

“Saya yakin fintech itu tiada bekerja bersama denga perbankan itu tidak gampang,” kata Aviliani dalam dialog bertema Traditional Bank VS Neo Bank, Jakarta, Selasa (17/11/2020).

Ia menjelaskan nampak dari beberapa ratus fintech yang tidak mempunyai ekosistem tidak menjadi besar. Kebalikannya, jika mereka bekerja bersama dengan perbankan susah untuk perbankan untuk dapat tutup ongkos operasional.

“Jika mereka tidak punyai ekosistem, mereka tidak menjadi besar atau memperoleh fee base untuk tutup ongkos operasional,” katanya.

Kedatangan perusahaan fintech lagi berkembang bisa lebih cepat dalam 3-4 tahun akhir. Walau demikian, Aviliani memandang perusahaan fintech tidak bisa gantikan peranan perbankan.

Faktanya, perusahaan fintech yang ada sekarang ini mempunyai kebatasan dalam lakukan transaksi bisnis. Sesaat perbankan mempunyai batasan optimal.

“Jadi sesungguhnya peranan perbankan itu masih berarti dan nampak banyak fintech yang bekerjasama dengan bank,” katanya

Disamping itu, perusahaan fintech perlu bekerja bersama dengan perbankan untuk memperoleh sumber permodalan. Karena mereka tidak dapat kumpulkan dana dari warga baik berbentuk tabungan, giro atau yang lain.

Perusahaan fintech benar-benar mempunyai banyak nasabah. Tapi kurang mempunyai kepercayaan untuk tempatkan dananya.

“Ke-2 mereka punyai anggota yang bnayak tetapi tidak punyai kepercayaan jika memberikan uang,” katanya.

Sesaat pemberian permodalan mempunyai risiko tidak tertagih. Hingga perusahaan fintech tempatkan dananya ke bank.

“Karena itu mereka konsen tempatkan dananya ke bank. Jadi kemana saja jika disaksikan dari fintech itu ujungnya kerjasama sama bank,” katanya.

Ketua Satuan tugas Siaga Investasi Tongam L Tobing bagikan panduan ke warga yang pengin memakai layanan utang online. Berikut ada 4 panduan yang seharusnya dikerjakan warga saat sebelum pinjam uang dari fintech.

error: Content is protected !!